Pembentukan kepribadian adalah sebuah proses yang sangat panjang.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses tersebut dalam pembentukan
kepribadian. Tetapi secara umum, bahwa yang membentuk kepribadian adalah
lingkungan tempat tinggal individu.
Kepribadian menurut
Allport (1971) adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem
psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang
unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian, kita dapat membedakannya dalam dua golongan:
Pengalaman yang Umum
Pengalaman
yang umum yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan
tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan
seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita
seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu
dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat
pada norma-norma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun
demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau
dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan
dimana orang itu hidup.
Hal ini disebabkan karena:
- Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang. Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan dan pendapatnya sendiri sehingga orang-orang yang menerima pandangan dan pendapat yang berbeda-beda itu akan berbeda-beda pula pendiriannya.
- Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri.
Pengalaman yang Khusus
Pengalaman
yang khusus yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini
tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam
masyarakat.
Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus
di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu
itu pun merencanakan pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda
pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur
kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi
pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa,
disebut proses pembentukan identitas diri.
Proses pembentukan
identitas diri (kepribadian) harus melalui berbagai tingkatan. Salah
satu tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan
untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah,
ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya. Pada masa remaja, tahap
identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungan dan kekaburan akan
peran sosial, karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya
dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayahnya,
bintang film kesayangannya, tokoh politik favoritnya dan sebagainya.
Kalau kekaburan akan peranan sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai
remaja itu menjadi dewasa, maka besar kemungkinannya ia akan menderita
gangguan-gangguan kejiwaan pada masa dewasanya. Karena itu penting
sekali diusahakan agar remaja dapat menentukan sendiri identitas dirinya
dan berangsur-angsur melepaskan identifikasinya terhadap orang-orang
lain untuk akhirnya menjadi dirinya sendiri.
Daftar Pusataka
Baihaqi, MIF, Drs, M.Si, dkk. 2005. Psikiatri Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan.Bandung: PT Refika Aditama.
Sobur, Alex, Drs, M.Si. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Dr. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: PT Bulan Bintang.
0 komentar:
Posting Komentar